01.44

Tips Sukses Nyantri

Tidak semua orang mau hidup di pesantren, lembaga pendidikan yang sarat dengan disiplin ini. Mereka yang biasa “manja” di rumah nggak bakalan betah berlama-lama di tempat yang tak ubahnya “penjara” ini. So how if we wanna to life in pesantren? Ada nggak sih trik atau tips yang bisa membuat kita betah hidup di pesantren? Agar kita tidak lagi menganggap bahwa pesantren itu tempat menyeramkan? Tentu ada dong. Yuk kita simak bareng-bareng!


1. Pilih Pesantren Salaf Atau Modern?

Sebelum kita masuk pesantren kita harus tahu dulu pesantren model apa yang akan kita masuki. Pesantren itu ada dua macam. Atau ada dua istilah. Pertama Pesantren Salafy dan kedua Modern. Lalu apa yang dimaksud dengan Salafy dan Modern itu?

Pesantren Salafy dikenal sebagai pesantren di mana di dalamnya terdapat santri yang hanya "sekadar" belajar atau mengkaji kitab klasik atau kitab kuning alias kitab gundul saja. Mereka tidak mengenyam pendidikan formal seperti pada sekolah umum. Jadi mereka hanya belajar kitab-kitab kuning saja. Tapi seiring bergulirnya waktu dan memasuki jaman globalisasi di mana pendidikan formal sangat dibutuhkan, banyak beberapa Pondok Pesantren Salafy yang juga mendirikan sekolah formal seperti Madrasah Tsanawiyah (MTs/SMP) atau Madrasah Aliyah (MA/SMA).

Sementara pondok pesantren Modern adalah pondok pesantren yang selain santrinya belajar kitab klasik mereka juga mempelajari pelajaran umum di sekolah. Jadi seimbang antara pelajaran agama dan pelajaran umum. Selain itu para santri pondok pesantren modern juga dibekali dengan ilmu-ilmu keterampilan seperti ilmu berwirausaha, kursus keterampilan (hand skill), teater, komputer, pramuka, politik dan sebagainya. Jadi mereka kalau sudah saatnya keluar atau lulus dari pesantren nggak bakalan gagap dengan perkembangan teknologi yang sedang berkembang.

2. Luruskan Niat

Nah, ini yang kudu kita luruskan. Yaitu niat. Setiap melakukan sesuatu pasti yang terbetik pertama kali dalam pikiran kita adalah niat. Jadi untuk apa kita masuk pesantren? Apa yang kita cari di sana? Tentu yang kita cari di pesantren adalah ilmu. Jadi jangan salah niat, kita hidup di pesantren untuk menimba ilmu Allah dan untuk mengharap ridha-Nya pula. Bukan untuk mencari yang lainnya.

Dalam kitab Hidayatul Adkiya’ dijelaskan bahwa: “Barang siapa yang belajar satu bab saja dari suatu bidang ilmu maka dia akan mendapatkan keutamaan seperti shalat sunnah sebanyak seratus rakaat. Dan barang siapa yang menuntut ilmu dengan mengharap ridha Allah maka oleh Allah dia akan diberi kemudahan dalam melangkah menuju surga-Nya.” Hal ini juga ditegaskan dalam hadist Rasulullah yang berbunyi: “Barang siapa yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” [1]

Nah, sekarang niat kita menuntut ilmu itu sudah lurus nggak? Jangan-jangan selama ini kita sekolah hanya karena paksaan orang tua atau hanya untuk mendapatkan selembar ijazah saja? Wah, jangan sampai, Fren. Kita harus ikhlas belajar karena Allah bukan karena yang lainnya.

3. Kudu Selektif Memilih Teman

Maksudnya apaan? Emang mau audisi? Maksudnya kita harus benar-benar hati-hati mencari teman di pesantren. Karena santri juga manusia yang memiliki seabrek sifat. Ada yang baik dan sebaliknya. Ada yang penyabar dan ada juga yang "brutal". Nah, lho?

Lalu bagaimana caranya menyeleksi atau memilih seorang teman? Apa kayak audisi pencarian bakat seperti AFI, KDI atau Indonesian Idol? Yang jelas lebih dari seperti itu, Bro!

Syekh Az-Zarnuji dalam kitabnya Ta’limul Mutallim menjelaskan bahwa salah satu teman yang harus kita cari adalah yang Wara’ atau orang yang selalu berusaha menghidar dari hal-hal yang berbau dosa. Jadi kalau teman kita baik maka kita akan kecipratan kebaikannya. Tapi sebaliknya kalau kita berteman dengan “wong ora genah”, yang suka ugal-ugalan misalnya, maka kita akan terkena imbas dari ketidakberesan mereka. Intinya kita harus mencari teman yang berakhlakul karimah.

Selain yang Wara’ kita juga harus mencari teman yang cerdas. Maksudnya tidak oon bin bego’. Jadi nggak “hang” (emang computer?J) waktu kita ajak ngomong. Tapi bukan berarti kita harus ninggalin teman kita yang bodoh. Tetap kita berusaha mengajak mereka atau membimbing mereka supaya tidak pernah bermalas-malasan dalam belajar.

Karena banyak sekali para santri yang perilakunya tidak baik hanya karena mereka salah gaul. Mereka masih terpengaruh oleh definisi “gaul” anak-anak muda jaman sekarang. Sehingga apa yang terjadi? Mereka yang sebelumnya di pesantren adem ayem ketika pulang ke rumah jadi brutal. Mereka dengan tanpa bersalah meninggalkan status kesantrian-nya setelah mereka berada di rumah atau luar pesantren. Naudzubillah!

4. Dekati Guru atau Ustadz

Bergaul di pesantren tentu bukan hanya bergaul dengan para santri saja. Dengan guru atau Ustadz pun kita juga harus “dekat”. Maksudnya ketika kita mengalami kesulitan-kesulitan dalam pelajaran kita bisa tanya langsung kepada mereka. Begitu juga ketika kita ada masalah misalnya. Kita coba komunikasikan kepada guru dengan harapan mereka bisa mencarikan solusi dari masalah yang kita hadapi. Dengan begitu hubungan antara guru dan santri seperti hubungan orang tua dengan anak. Jadi nggak perlu sungkan-sungkan karena dalam agama para Ustadz itu adalah orang tua bagi seorang murid. So, dekat sama guru? Why not?

Tapi kita juga harus hati-hati. Jangan sampai kedekatan kita dengan guru menimbulkan fitnah. Maksudnya kudu hati-hati kalau kedekatan itu antara santri dan Ustadzah atau sebaliknya seorang santriwati dengan seorang Ustadz. Ini untuk menghindari sesuatu yang tidak kita harapkan. Karena tidak menutup kemungkinan komunikasi yang sangat intens di antara mereka akan menimbulkan “perasaan lain” dalam hati mereka. Karena kita manusia normal. Jadi khawatir ada “getar-getar aneh” yang tiba-tiba menyelinap dalam hati kita. Jadi sinetron banget kan? Ya, iya lah! Pasti kamu jadi ingat dengan film Cintaku di Kampus Biru yang mengisahkan kisah cinta antara mahasiswa dan dosennya. Nanti bisa jadi ada film Ustadzku Arjunaku. Ih…, nggak banget deh! Lalu apa kata dunia?J

5. Pilih Aktifitas yang Menyenangkan

Pada dasarnya hidup di pesantren itu sangat menyenangkan. Mereka yang mengatakan hidup di pesantren itu bikin boring, bete dan sebagainya itu adalah mereka yang terbiasa hidup manja di rumah. Mereka tidak mau belajar mandiri. Padahal hidup di pesantren itu segala sesuatunya kudu dikerjain sendiri. Dari urusan cuci mencuci baju, menyetrika baju dan sebagainya. Semua dilakukan sendiri. Sehingga kita akan sadar. “Oh, begini ya ternyata hidup mandiri dan jauh dari orang tua?”

Selain kegiatan belajar formal di kelas atau mengaji di masjid, ada banyak kegiatan non formal yang bisa menghilangkan rasa bete di hati. Atau akan mengusir rasa homesick yang tanpa kita sadar datang secara tiba-tiba. Seperti olah raga, kursus, diskusi dan yang lainnya. Jadi pikiran kita akan fress tanpa ada sedikit pun beban stress.

Kegiatan berorganiasasi pun menjadi salah satu kegiatan santri untuk belajar tentang kepemimpinan. Baik di OSIS atau di organiasasi kepramukaan. Kita tinggal memilih kegiatan apa yang kita minati. Biasanya salah satu kegiatan ekstra kurikuler yang banyak diminati santri adalah pramuka. Karena di pramuka pengalaman mereka akan bertambah. Misalkan santri yang aktif dan berprestasi akan dikirim ke berbagai event kepramukaan seperti Jambore Daerah (JAMDA) dan Jambore Nasional (JAMNAS) bagi pramuka tingkat Penggalang atau Raimuna Daerah dan Raimuna Nasional bagi Penegak. Atau bahkan mereka yang benar-benar berprestasi akan dilegasikan untuk mengikuti JAMDUN alias Jambore Dunia. Hebat kan…? Jadi meskipun kita hidup di pesantren kita nggak bakalan kuper dengan perkembangan dunia luar.

6. Patuhi Disiplin Pesantren

Sekali lagi disiplin yang ditegakkan di pesantren semata-mata untuk kepentingan para santrinya itu sendiri. Kita nggak bisa membayangkan kalau seandainya ada sebuah pesantren yang tidak ada disiplinnya. Misalkan membolehkan santrinya merokok, memanjangkan rambut, keluar kompleks pesantren tanpa ijin dan sebagainya. Tentu santrinya bakal amburadul karena akan berbuat seenak hatinya sendiri.

Memang, sebagai manusia kita nggak bakal lepas dari khilaf dan lupa. Sewaktu-waktu pasti kita akan teledor dan tidak menutup kemungkinan akan melanggar salah satu disiplin pesantren. Rutinitas yang bagi sebagian santri sangat membosankan itu akan menyebabkan mereka lalai dan dengan sengaja melanggar disiplin. Misalkan kita tidak mengikuti shalat jamaah atau terlambat masuk kelas. Itu salah satu bentuk pelanggaran ringan yang biasa dilanggar oleh sebagian santri.

Tapi sebisa mungkin kita berusaha untuk tidak melanggar meskipun itu pelanggaran ringan. Karena kalau kita sudah terbiasa dengan melanggar disiplin maka kita akan terbiasa melanggar disiplin yang lainnya. Naudzubillah jika sampai melanggar disiplin yang sifatnya syar'ie. Misalkan mencuri, ghasab dan sebagainya. Biasanya pihak pesantren akan bertindak tegas jika ada santri yang melanggar disiplin yang sifatnya syar'ie ini. Karena itu sudah menyangkut syariat. Jika dibiarkan akan menjadi tabiat jelek yang akan melekat pada diri santri.

7. Jangan Jadi Santri Pemalas

Kegiatan pesantren yang seabrek dan disiplin yang sangat ketat hampir membuat seluruh santri bosan dengan rutinitas yang mereka laksanakan. Bayangkan, pagi-pagi buta tepatnya pukul 03.00 WIB mereka sudah harus bangun untuk melaksanakan shalat tahajud di masjid. Membaca al-Qur'an kemudian shalat shubuh berjamaah. Setelah shubuh mereka pun harus sudah siap-siap untuk mengikuti kegiatan pengajian kitab yang dibagi menjadi beberapa kelompok. Nggak kebayang kan bagaimana mereka yang tidak terbiasa bangun tengah malam lalu harus bangun tengah malam untuk melaksanakan shalat tahajud? Pasti mereka merasa capek, ngantuk dan semacamnya.

Ini yang membuat sebagian santri menjadi bosan dan malas untuk mengikuti disiplin. Sehingga tak jarang mereka selalu mencari alasan untuk tidak mengikuti disiplin. Dengan pura-pura sakit misalnya (di pesantren dikenal dengan istilah "nyakit"). Biasanya ini mereka lakukan untuk tidak mengikuti kegiatan pramuka, Muhadharah (latihan retorika/pidato) dan kegiatan lain yang kurang disukai santri.

Sebenarnya sifat malas inilah yang harus kita buang dari diri kita kalau kita ingin sukses hidup di pesantren. Kita harus kembali pada niat awal kita masuk pesantren. So, gimana kita akan meraih apa yang kita inginkan di pesantren kalau kita sendiri saja sudah ogah belajar plus emoh mengikuti kegiatan yang sangat sayang untuk kita tinggalkan. Padahal kalau kita menganggap disiplin itu untuk kepentingan kita dan kita berusaha mencintai kegiatan demi kegiatan yang ada, maka kita akan tenang hidup berdisiplin. Tanpa harus dibayang-bayangi perasaan takut apalagi hanya oleh disiplin yang nggak "serem-serem" amat itu.

So, jadilah santri yang mujtahid, yang selalu enerjik dan santai menghadapi disiplin pesantren. Buang rasa malas yang hanya akan merugikan kita di pesantren. Karena sebenarnya banyak waktu yang mestinya kita gunakan untuk belajar dengan serius.

8. Jangan Sampai Pedang itu Memenggal Lehermu

The Time is Money. Begitu orang Barat mengibaratkan waktu. Ya, waktu adalah uang. Mereka akan merasa seperti kehilangan milyaran rupiah jika tidak bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Makanya orang-orang Barat rata-rata workaholic alias gila kerja. Tidak ada waktu bagi mereka untuk bermalas-malasan. Beda dengan kita orang Indonesia yang dikenal dengan sifat malasnya. Ini bukan basa-basi. Saya pernah membaca hasil wawancara sebuah surat kabar dengan seorang muallaf Jepang yang jago silat, Kyoko Soda. Dia mengatakan, kalau seandainya orang Indonesia tidak malas-malas, maka tidak akan ada lagi istilah korupsi di Negara kita yang gemah ripah loh jinawi ini. Nah, malu kan kalo kita dibilang pemalas?

Sedangkan orang Arab mengibaratkan waktu dengan sebilah pedang. Sebagaimana dalam syair berikut:

"Waktu itu seperti pedang

Maka gunakanlah sebaik mungkin

Karena jika tidak maka

Pedang itu yang akan memotong tanganmu."

Jadi benar apa yang dikatakan mereka, bahwa pedang itu bisa memotong tangan kita bahkan bisa memenggal leher kita. Maksudnya, kalau kita sudah lalai dengan waktu yang ada maka jangan harap kita akan mendapatkan apa yang kita harapkan. Tapi sebaliknya, kalau kita bisa menggunakan waktu sebaik mungkin maka hidup kita akan terkontrol. Seperti di pesantren yang semua kegiatan sudah dijadwal khusus dan ditandai dengan bunyinya jaras (bel). Waktu mandi dibunyikan bel, masuk kelas, keluar kelas, acara pramuka dan lain sebagainya akan selalu diawali dengan berdentangnya bunyi bel. Sehingga dulu ketika saya masih nyantri, kami dijuluki dengan "Manusia Bel". Habis, hidup di pesantren selalu diatur dengan bunyi bel.

9. Hindari "Virus-virus" di Pesantren

Wah, kok kayaknya serem banget ya? Masa' di pesantren itu ada virusnya juga? Memangnya virus apaan? HIV, Flu Burung?:-)

Yap, pesantren seperti halnya tempat lain di luar pesantren sangat rentan dan rawan dengan adanya "virus" yang bisa menjangkiti para santri. Pengin tahu virus apa saja? Makanya jangan buru-buru kamu tutup buku ini!

a. Virus Ghasab

Ghasab. Makhluk apaan lagi tuh? Ghasab artinya memakai atau menggunakan hak milik orang lain tanpa seijin yang empunya. Emang di pesantren ada yang begituan? Ya, namanya hidup bersama di bawah satu atap pesantren pasti lah kita bakal menghadapi masalah seperti ini. Kadang kebiasaan ini dianggap hal yang sepele oleh santri. Padahal itu jelas tidak boleh dan agama kita melarang untuk "menyerobot" sesuatu yang bukan hak milik kita.

Misalnya memakai sandal teman kita di depan asrama. Emang sih kita mungkin cuma mau ke dapur atau sekadar ke kamar mandi untuk sikat gigi. Tapi kalau yang empunya sandal juga mau keluar dan tiba-tiba saja sandalnya sudah raib bagaimana? Pasti yang punya sandal bakal marah dan mencak-mencak seperti kehilangan emas bergram-gram. Pasti kita bakalan kena damprat. Belum lagi kalau sampai perbuatan kita dilaporkan kepada pihak "berwajib" alias keamanan pesantren. Jangan harap kita akan lepas dari sanksi yang bakal dijatuhkan pada kita. Nah, kena getah dua kali kan?

Makanya ada baiknya kalau kita ijin dulu kepada orang yang akan kita pinjamin barangnya. Jangan sampai main "ngepot" saja. Mentang-mentang teman sekamar atau teman sekelas. Mereka juga manusia, lho!

b. Virus "Panjang Tangan"

Selain Ghasab virus yang ada di pesantren juga virus panjang tangan alias mencuri. Duh, kok semakin parah sih? Katanya santri kok nyolong?

Sekali lagi hidup di pesantren itu nggak semudah yang kita bayangkan. Kita akan menemukan fenomena-fenomena atau kejadian yang akan membuat kita geleng-geleng kepala tidak percaya.

Di pesantren sering kali ada kasus pencurian. Bukan hanya oleh maling yang menyamar masuk ke pesantren. Tapi ini dilakukan oleh santri sendiri. Kok bisa? Ya, ini adalah salah satu perbuatan santri yang harus benar-benar ditumpas di pesantren. Jangan sampai kebiasaan mereka mencuri dibiarkan begitu saja tanpa ada tindakan tegas dari pihak pesantren. Mereka harus benar-benar mendapat perhatian khusus agar tidak lagi merajalela dengan kebiasaan buruk mereka.

Di sini pentingnya tarbiyah atau pendidikan moral bagi santri. Sehingga santri tidak memiliki akhlakul madzmumah (budi pekerti jelek).

c. Virus "Merah Jambu"

Virus apa lagi tuh? Kok pake virus merah jambu segala? Ya, ini salah satu virus yang selalu menghinggapi santri yang sudah memasuki masa pubertas. Virus merah jambu alias "virus cinta".

Sebenarnya rasa yang satu ini adalah hal yang wajar karena itu salah satu fitrah yang dimliki oleh manusia. Kita nggak bisa membayangkan kan kalau seandainya dalam hati kita tidak ada fitrah yang satu ini? Kita nggak bakal bisa mencintai atau menyayangi orang tua, kakak atau adik, sahabat, teman dan pasangan kita kelak? Allah memberikan rasa ini supaya hati kita terasa damai oleh rasa yang memang seharusnya ada pada setiap diri manusia.

Tapi naluri ini justru akan menjadi "bumerang" jika hinggap pada remaja yang masih dalam masa belajar. Apalagi pada diri santri yang jelas-jelas tidak bisa seenaknya "mengeksploitasi" perasaan ini. Karena cinta seyogyanya datang pada diri seseorang yang memang sudah saatnya untuk memilikinya dan bisa bertanggung jawab atas rasa yang dimilikinya. Misalnya pada sepasang suami istri yang memang sudah saatnya untuk "bermain-main" dengan cinta.

Tapi bagaimana kalau rasa ini benar-benar hinggap pada diri santri?

Sekali lagi, santri juga manusia. Rasa cinta dan sejenisnya pasti juga akan dirasakan oleh mereka. Tapi kita juga harus tahu bahwa kita (para santri) harus menyadari kalau tugas kita di pesantren adalah belajar. Jadi tidak ada waktu untuk bermain-main dengan rasa yang satu ini. Yang perlu kita lakukan adalah menjaga dan memelihara agar rasa ini tidak "terkotori" dan kelak bisa kita "menyalurkan"-nya jika sudah tiba pada saatnya untuk memilikinya.

Inilah sebenarnya tugas pihak pesantren untuk tetap menegakkan undang-undang anti pacaran di pesantren. Agar para santri tetap selalu berhati-hati agar tidak mudah tergiur dengan "propaganda" yang ada. Apalagi dengan maraknya media yang selalu mengeksploitasi adegan yang serba permisif.

Salah satu contoh adalah tayangan sinetron yang selalu mengeksploitasi "siswa-siswi bau kencur" untuk beradegan mesra. Padahal jelas mereka masih berada di bangku sekolah SMP bahkan SD. Yang masih belum waktunya untuk memikirkan hal-hal yang berbau cinta. Mereka para insan pertelevisian di negeri ini seolah-olah hanya mementingkan segi komersil dari tayangan yang mereka suguhkan. Tanpa memikirkan bahwa tayangan mereka sangat besar pengaruhnya bagi remaja kita.

10. Jangan Lupa Berdoa

Setiap apa saja yang kita harapkan di pesantren tentu akan tercapai jika kita serius menjalaninya. Misalkan kita ingin mendalami bahasa Arab atau Inggris, insya Allah kita akan lancar ngomong dua bahasa tersebut jika kita berusaha sekuat tenaga untuk mendalaminya. Karena sekali lagi, ada banyak waktu yang bisa kita manfaatkan untuk mengekspresikan bakat yang kita miliki. Untuk membuktikan bahwa kita sebagai santri juga bisa berprestasi di bidang apa saja.

Di bidang tulis menulis misalnya. Kita bisa bergabung dengan sanggar atau komunitas yang merekrut khusus para santri yang cinta dunia tulis menulis. Apalagi sekarang sudah banyak organiasasi kepenulisan yang masuk ke pesantren seperti Sanggar Sastra Remaja Indonesia (SSRI) yang dibentuk oleh majalah sastra Horison atau Forum Lingkar Pena (FLP). Jadi, santri juga bisa jadi penulis lho!

Tahu Habiburrahman el Syirazy kan? Penulis yang naik daun lewat novel fenomenal Ayat-Ayat Cinta ini dulu juga seorang santri sebelum meneruskan study-nya ke Al Azhar University, Cairo. Berkat kecintaannya di bidang tulis menulis Kang Abik akhirnya bisa melahirkan karya yang menyita perhatian pencinta novel Islami hampir di seluruh pelosok tanah air. Apalagi setelah novel ini difilmkan beberapa waktu lalu. Orang-orang yang selama ini menganggap gedung bioskop sebagai "tempat maksiat" pun saling antri berdesak-desakkan demi untuk menonton film besutan sutradara muda Hanung Bramantyo tersebut. Beberapa teman di pesantren yang belum pernah membaca novel ini pun penasaran setelah sondtrack film Ayat-Ayat Cinta sempat menjadi Top Hits di beberapa radio swasta di Sumenep. Padahal novel ini sudah terbit tiga tahun yang lalu.

Kita bisa juga kok mengikuti jejak kesuksesan Kang Abik. Apalagi banyak sekali ide yang berserakan di sekitar kita terutama di pesantren yang bisa kita angkat menjadi bahan tulisan. Seperti Akhmad Makmun Affani (Santri Gontor) dengan novel Adzan Subuh Menghempas Cinta: (Ketika Santriwati Tersentuh Asmara) atau Ana FM (Santri Annuqayah, Sumenep) dengan novelnya Samudera Hati dan Cinta Lora (baca;Gus). Mereka memungut ide-ide novel tersebut dari kehidupan sehari-sehari santri di pesantren. So, santri jadi penulis? Siapa takut?

Tentu saja selain usaha yang kita kerahkan kita juga butuh doa untuk mencapai apa yang kita cita-citakan. Karena dengan berdoa, bermunajat kepada Allah segala urusan kita akan dipermudah oleh-Nya. Bukankah doa itu senjata orang Mukmin? Dan jangan lupa doakan juga orang tua di rumah yang dengan susah payah mencari biaya pendidikan kita selama kita di pesantren. Agar mereka diberi kemudahan dan kelancaran dalam mencari rejeki. Serta kesabaran dalam menghadapi dinamika hidup yang sarat dengan tantangan dan cobaan ini. Oke, Bro. Selamat mencoba ya! Semoga kita bisa menjadi santri yang kreatif, inovatif dan berprestasi! Amien….

***

Sumenep, Maret 2008



[1] HR. Bukhari

0 komentar: